Selasa, 08 Mei 2018
Helen Keller dan Analogi Kolam Renang
"Ummi, yang masuk Surga itu hanya orang Islam?" Tiba2 pertanyaan itu keluar setelah sebelumnya kami membahas tentang Helen Keller.
"Iya nak, hanya orang2 yang mentauhidkan Allah yang masuk Surga." Jawab saya.
"Jadi Helen Keller gak masuk surga?" Aira terus bertanya.
Saya terdiam sejenak, mencerna pertanyaannya dan mencari jawaban terbaik.
"Iya nak, Helen Keller tidak bisa masuk Surga karena bukan muslim."
"Tapi kan dia baik hati, pintar, dan mau berusaha ummi, kenapa?"
Hmmm..
"Jadi begini kakak, Surga itu seperti sebuah kolam renang (saya menganalogikan kolam renang, karena dia sangat suka berenang).
Jika kita mau masuk berenang, harus punya tiket kan?
"Nah, tiket itu adalah Islam. Meskipun kita sudah pakai baju renang, pakai kacamata renang, bawa pelampung, tapi kalau gak punya tiket, apakah petugas kolam renang mengizinkan kita masuk?"
"Tidak kan?"
"Begitu juga dengan surga sayang, meskipun kita sudah berbuat baik, menolong orang, tapi kalau tidak punya tiketnya apakah Allah akan mengizinkan kita masuk Surga-Nya?"
Dia terlihat berpikir.
"Jadi ummi, meskipun dia suka bersedekah, menolong orang, baik hati, kalau bukan Islam tidak bisa masuk Surga?"
"Iya nak, jadi bersyukurlah kita yang sudah punya tiketnya, sudah menjadi bagian dari Islam." Jelas saya kemudian.
"Oh ya, Aira tahukan siapa paman Nabi Muhammad?"
"Tau ummi, Abu Thalib".
"Nah, menurut Aira Abu Thalib ini masuk Surga atau tidak?"
"Masuk Surga dong, kan pamannya Nabi Muhammad, yang melindungi nabi Muhammad." Kata Aira menjelaskan.
"Ternyata kakak, Abu Thalib ini tidak bisa masuk Surga karena tidak punya tiketnya, beliau tidak pernah mengucapkan kalimat syahadat hingga akhir hidupnya". Kataku lagi
"Haaa.. masa Ummi?" Dia bertanya dengan nada kaget.
"Baru saya tau itu nah". Lanjutnya.
"Iya kk, gak masuk Surga.
Terus, Rasulullah pernah mengatakan akan mendoakan paman beliau selama tidak dilarang oleh Allah."
(Ambil Al Qur'an dan membaca terjemahan bersama-sama)
Kemudian turunlah ayat,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At Taubah: 113)
Allah Ta’ala pun menurunkan ayat,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al Qosshosh: 56).
"Jadi bersyukurlah kita diberikan nikmat iman dan Islam yang merupakan tiket menuju Surga Allah".
Diskusi pagi itu ditutup dengan kalimat penguatan agar bersyukur atas nikmat terbesar dalam hidup ini. Menguatkan fitrah keimanan dengan selalu menghubungkan segala kisah dengan Sang Pencipta.
Tuntun dan mudahkan kami ya Rabb dalam membersamai dan mendidik amanah yang kau titipkan kepada kami.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar