Selasa, 30 Agustus 2016

Siapa yang Boleh Membalas?

Pagi ini, saat sy menikmati sarapan, kk Aira bertanya sambil ngadem depan kulkas
"Mi, kalau jadi kakak harus selalu mengalah kah, gak boleh membalas?"
Saya langsung tertegun sejenak..
Lalu saya jawab
"Semua gak ada yg boleh membalas, kakak, adik, ummi, abi, sepupu."
"Begitu juga dengan mengalah, bukan berarti kalah.. tetapi menghindari bertengkar lebih baik." Lanjut sy kemudian.
Dia kemudian terdiam sambil senyum2 melirik kearah sy.

Sepertinya ini warning buat kami sebagai orangtua.. Beberapa waktu belakangan ini, memang saat kk Ai dan adek Rofi bermain, kadang si Adek refleks memukul, mungkin hanya sebatas utk seru2an, atau sekedar main2 saja, dan kk Ai yg biasanya merasa kesakitan kadang gemes mau membalas..
Dan saat situasi seperti itu, kami spontan mengingatkan si kk,
"Kk, jangan dibalas kk..."
Atau
"Kk, mengalah ya kak, adek masih kecil, belum tau kalau memukul itu sakit."

Dan sangat jarang kami menasihati si Adek
"Adek, kalau adek pukul kakak, kakak kesakitan"
Atau
"Adek, kakak di sayang ya Nak"

Saya lama merenung dan akhirnya menyadari, rupanya perlakuan kami terhadap mereka akhir2 ini tidak adil. Kami justru mengingatkan 'sang Korban' yang lebih besar, bukannya malah menegur 'si Pelaku' yang masih kecil.
Kami lupa, bahwa menjadi seorang kakak bukan berarti harus selalu mengalah pada sang adik hanya karena adiknya lebih kecil.
Kami lalai bahwa ternyata sang adiklah yang harus diberi pengertian dengan bahasa yg dimengertinya bahwa mereka seharusnya saling menyayangi, bukannya menyakiti.

Ahh.. maafkan kami nak..

Rupanya masih sering terjebak pada pola pengasuhan masa lalu yg pernah kami alami.

Rupanya sebanyak apapun ilmu parenting yang kami serap, pengalaman masa lalu masih sering menelusup diam2 keluar dari persembunyiannya.

Tapi menjadi orangtua adalah proses belajar, belajar dari masa lalu, belajar dari pengalaman, belajar dari lingkungan, belajar dan terus belajar.

Temani kami nak, dalam perjalanan belajar ini

Minggu, 28 Agustus 2016

Mensyukuri Nikmat Sehat


Pergilah ke Rumah Sakit untuk mensyukuri nikmat sehat.

Sungguh pernyataan tersebut sangat benar adanya..

Terkadang kita lupa bahwa kesehatan adalah harta yg tak ternilai. Lalu tanpa sadar (atau pura2 gak sadar) merecoki tubuh dengan berbagai makanan enak tapi tak sehat, makanan instan yang kaya pengawet, pewarna, pemanis, dan penguat rasa. Menerapkan pola hidup tidak sehat, tidur larut malam, malas olahraga, memelihara pikiran negatif. Belum lagi lingkungan yang minim udara bersih, air bersih, dan berbagai kebersihan lainnya semakin memperparah tingkat kerusakan sel2 tubuh yang sedianya harus dijaga dan dirawat dengan baik.

Kesadaran biasanya datang saat penyakit mulai bertamu tanpa permisi. Tiba2 kita sadar, bahwa perlakuan yg tidak sehat terhadap tubuh kita akhirnya memicu sel2 tubuh untuk berkembang secara brutal dan akhirnya jadilah kanker, asam urat, kolesterol, diabetes, tumor, dsb.

Seperti sore ini, saat melakukan pemeriksaan di sebuah RS bagian Bedah Onkologi, tiba2 kesyukuran merasuk dalam diri ini.. Sebelumnya berpikir, aduh, sakit sy apa nih, sepertinya berat.

Ternyata diluar sana masih banyak yang memiliki penyakit yg jauh lebih parah dari saya, selayaknya sy bersyukur.. Masih bisa beraktifitas normal, menikmati hidup, menuangkan kreatifitas dan ide2, menikmati keindahan dan kerepotan menjadi ibu.

Kesadaran kemudian muncul belakangan, bahwa ternyata selama ini pola makan dan pola hidup jauh dr ideal. Terlalu lena dan lalai dengan iklan2 dan kemudahan2 yg mengikutinya (instan).

Jadi mumpung masih ada kesempatan, berusaha dengan segala daya dan upaya, memperbaiki pola hidup, pola makan, dan pola pikir.

Dan semampunya back to nature..


(Awal Maret 2016)

Cinta Pertama

Jika ada yg bertanya padaku tentang cinta pertama, maka akan sy jawab "Buku".

Jatuh cinta pada buku2 fiksi diusia SD meskipun secara latar belakang keluarga sy jauh dari suasana suka buku dan suka baca.
Bahkan terkadang ditegur, saat makan sambil baca, saat jaga padi sambil baca (sampai2 lengah dan terkadang melewatkan 1-2 ekor ayam menikmati padi dengan santainya..:)), begadang sampe tengah malam karena baca buku yg belum tuntas.

Cinta pertama itu pulalah yg membuat saya melakukan kekhilafan besar semasa SD, mencuri sebuah buku fiksi, yg belum habis saya baca saat materi pengayaan disekolah..

Ssttt jangan ditiru!

Ahh.. Cukuplah berkisah tentang cinta pertama. Sebab kini, cinta itu ternyata semakin bersemi, ditumbuhi bunga2 cantik nan wangi.
Dan merebak menyebar mengantarkan wangi..

Setelah bertahun lampau, melakoni peran di muka bumi, menjadi istri, menjadi ibu, tergabung dalam komunitas IIP yang banyak sekali membentuk dan mengarahkan pola pikir, dan akhirnya tenggelam dalam asyiknya suasana kelas menulis yang belum cukup sebulan usianya, bisa mengobati kerinduan pada buku..

Semoga salah satu mimpi besar, bisa terealisasi di kelas ini.

Menerbitkan buku..
Bukan semata karena cinta..
Bukan semata karena mimpi..
Bukan semata sebagai bukti diri..
Atau sebagai jejak langkah..

Tetapi, agar bisa manfaat bagi sesama..